Ketika seseorang mengetuk pintu dan tak segera mendapatkan jawaban langsung dari si empunya rumah, seringkali si tamu akan bertanya kepada tetangga sebelahnya tentang keberadaan si empunya rumah. Si tetangga terkadang menjawab “ rumah pak Budi kosong, semua lagi pergi ke hajatan saudaranya”. Jawaban ini bukan berarti bahwa rumah tersebut kosong sama sekali tanpa ada satu perabotpun di dalamnya. Frase rumah kosong dalam bahasa Indonesia bisa digunakan untuk menjelaskan beberapa keadaan, yaitu rumah yang ditinggalkan pergi penghuninya atau rumah yang memang tidak dihuni samasekali.
Secara umum kata kosong biasanya mengacu pada keadaan dimana tidak terdapat sesuatu di dalamnya, namun khusus untuk rumah, kantor, kamar dan semua tempat yang biasa dihuni oleh manusia ( dan terkadang hewan ) bisa disebut kosong walupun di dalamnya terdapat perabot dan segala macam perlengkapan rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa penghuni ruang memiliki peran penting dalam menunjukkan eksisitensi ruang yang ditempatinya. Ketika seseorang baru pindah ke rumah baru dan tak memiliki apapun di dalam rumahnya, para tetangga tetap menganggapnya sebagai rumah yang sudah “terisi”.
Ruang, perabot dan pemakai merupakan satu kesatuan yang membentuk identitas ruang. Hal pertama yang perlu diperhatikan tentu manusia yang menggunakan ruang tersebut. Manusia dan aktifitasnya adalah determinan yang menentukan bagaimana ruang di tata dan bagaimana perabot diatur susunannya. Rumah pada masa prasejarah tentu tidak memiliki perabot yang lengkap seperti yang kita jumpai sekarang ini. Bisa jadi hanya tungku dan beberapa rak batu dan tempat sederhana yang tak bisa disebut “perabot”. Rumah rumah rakyat jelata di Mesir Kuno juga hanya memiliki satu dipan dan satu bangku, itupun masih dengan desain yang sangat sederhana. Fenomena kehidupan modern-lah yang mendifinisikan rumah dengan perabot lengkap seperti meja kursi, tempat tidur, lemari pakaian, lemari makan, meja kerja, kursi tamu, kursi makan, meja kerja dan perabot khusus lainnya. Semakin lengkap perabot yang kita miliki semakin tinggi status sosial kita dalam masyarakat.
Kelengkapan perabot ini menunjukkan kemapuan daya beli dan kemampuan ekonomi seseorang. Keluarga yang tak tampu memiliki perabot lengkap seringkali dianggap “kurang mampu” walaupun tidak sampai dianggap miskin. Keragaman perabot yang dimiliki oleh seseorang juga memiliki nilai tersendiri. Perabot seperti kursi goyang, kursi malas, kursi pijat dan sejenisnya sering dianggap sebagai barang “lebih”.
Arsitek modern seringkali mendisain ruang dengan perabot yang terbatas. Terlepas dari legitimasi eksistensi filosofi desain Modern yang akhir akhir ini banyak dipertanyakan, konsep perabot yang terbatas ini menunjukkan bahwa prinsip prisip kehidupan pra-modern; dimana perabot tidak memegang peranan penting di dalam ruang; tidak hilang begitu saja dari memori kolektif kemanusian.
Barangkali kita perlu memikirkan kembali apakah perabot yang kita miliki memang benar benar kita butuhkan. ……………………